Kabarnews.co, TENGGARONG – Komitmen Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dalam memberikan pengakuan resmi kepada masyarakat hukum adat mulai menunjukkan arah yang konkret. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar tengah menyusun kerangka kerja pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) sebagai langkah awal proses pengakuan wilayah adat di Kecamatan Kedang Ipil.
Rencana FGD ini merupakan respon atas aspirasi masyarakat adat yang telah lama mengelola wilayah secara turun-temurun, namun belum mendapat legitimasi formal dari negara. Menurut DPMD Kukar, pengakuan ini sangat krusial karena berkaitan langsung dengan hak-hak kolektif masyarakat adat, khususnya dalam pengelolaan lahan, sumber daya alam, serta pelestarian identitas budaya lokal.
“FGD ini juga bertujuan membuka ruang dialog yang konstruktif antara pemerintah, masyarakat adat, dan pemangku kepentingan lainnya,” ujar Asmi Riyandi Elvandar, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Ekonomi Desa DPMD Kukar, saat dikonfirmasi di Tenggarong.
Elvandar menyampaikan bahwa proses pengakuan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, mengingat pentingnya validasi data historis, sosiokultural, dan eksistensi kelembagaan adat yang masih hidup di masyarakat.
“Hal ini penting karena menyangkut hak-hak kolektif masyarakat adat atas wilayah khususnya Kedang Ipil yang telah dikelola secara turun-temurun,” tambahnya.
FGD nantinya akan menghadirkan lintas sektor, termasuk perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta ATR/BPN. Keterlibatan kementerian terkait diharapkan dapat menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah, sehingga proses pengakuan berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Selain kementerian, forum ini juga akan melibatkan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh adat sebagai upaya memperkuat validitas hasil diskusi. Harapannya, FGD menjadi media dialog terbuka yang dapat mempertemukan berbagai perspektif demi menghasilkan kesepakatan bersama.
Lebih jauh, DPMD Kukar menekankan bahwa pendekatan dialogis yang inklusif dan partisipatif adalah kunci dalam menghindari potensi konflik antar pihak. Seluruh masukan dari masyarakat akan dicatat dan dipertimbangkan sebagai bahan dalam penyusunan dokumen pengakuan.
“Kami tidak ingin pengakuan ini menjadi simbolis semata, tetapi harus berangkat dari fakta sosial dan kebutuhan nyata di masyarakat adat,” jelas Elvandar.
Langkah ini dinilai penting seiring meningkatnya perhatian nasional terhadap isu keberadaan dan perlindungan masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia. Di Kukar sendiri, Kedang Ipil menjadi salah satu contoh wilayah dengan struktur adat yang masih aktif dan berperan penting dalam kehidupan sosial warganya.
Dengan proses FGD yang dirancang matang, Pemkab Kukar berharap dapat menuntaskan tahapan identifikasi dan validasi wilayah adat dalam waktu dekat. Setelah FGD, proses selanjutnya adalah verifikasi lapangan serta penyusunan naskah pengakuan yang akan menjadi dasar hukum pengesahan secara resmi oleh pemerintah.
Jika berhasil, pengakuan masyarakat adat Kedang Ipil ini akan menjadi tonggak penting dalam sejarah Kukar, sekaligus membuka peluang bagi wilayah lain yang memiliki karakteristik serupa untuk mengikuti jejak yang sama dalam mendapatkan pengakuan hukum atas eksistensinya.
(Adv/DPMD/Kukar)
*Sudah direvisi






