Penetapan Empat Pulau untuk Sumut Lewat Proses Panjang, Aceh Tanggapi dengan Bukti Sejarah

No comments
Foto : Gubernur Aceh, Muzakir Manaf.

Kabarnews.co, JAKARTA – Pemerintah pusat resmi menetapkan empat pulau yang sebelumnya dianggap bagian dari wilayah Aceh sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Keputusan ini tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, dan langsung mendapat tanggapan serius dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang mengklaim pulau-pulau tersebut sejak lama merupakan milik Aceh.

Penetapan tersebut merupakan hasil dari serangkaian proses koordinasi panjang yang telah berlangsung bertahun-tahun, bahkan sebelum era kepemimpinan Menteri Dalam Negeri saat ini, Tito Karnavian. Menurut Tito, sengketa wilayah ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan telah dibahas secara komprehensif di tingkat nasional.

“Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” ujar Tito, Selasa (10/6/2025), di Kompleks Istana Negara.

Tito menjelaskan bahwa ada delapan instansi tingkat pusat yang dilibatkan, termasuk Badan Informasi Geospasial, Pusat Hidros TNI AL, dan Topografi TNI AD, selain juga mengikutsertakan pemerintah provinsi dan kabupaten dari kedua wilayah bersengketa.

Dalam proses itu, batas darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sebenarnya sudah disepakati. Namun, batas laut tidak pernah mencapai titik temu, sehingga penyelesaiannya diserahkan ke pemerintah pusat berdasarkan regulasi yang berlaku.

“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional,” tegas Tito. Dari hasil peninjauan letak geografis dan batas darat yang sudah final, keempat pulau dianggap lebih dekat secara administratif ke Sumatera Utara.

Empat pulau yang kini ditetapkan masuk wilayah Sumut tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.

Menanggapi hal ini, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyatakan bahwa pihaknya memiliki landasan kuat untuk menyebut keempat pulau tersebut sebagai milik Aceh. Ia menegaskan bahwa dari segi sejarah dan iklim, pulau-pulau itu jauh lebih terikat dengan Aceh.

“Ya, empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh, jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh,” tegasnya.

Muzakir menambahkan bahwa wilayah tersebut telah lama diakui dan dikelola masyarakat Aceh secara turun-temurun. “Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” jelasnya lagi.

Meskipun saat ini belum ada indikasi langkah hukum yang akan diambil, pernyataan Gubernur Aceh menunjukkan kemungkinan akan ada langkah lanjutan untuk mempertahankan klaim tersebut, baik dalam forum resmi maupun melalui kajian administratif.

Sengketa batas wilayah seperti ini mengingatkan pentingnya keterlibatan publik dan transparansi data spasial dalam pengambilan keputusan pemerintah. Dalam banyak kasus, batas administratif tidak hanya soal garis di peta, tetapi juga menyangkut identitas, sejarah, dan kedaulatan lokal yang telah terbentuk selama puluhan bahkan ratusan tahun. (*)

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar