PDI Perjuangan Optimis Pasca Putusan MK, Kalahkan Oligarki di Pilkada 2024

No comments
Foto: Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus.
Foto: Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus.

Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan partai politik tanpa kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk tetap mengajukan calon kepala daerah menuai beragam tanggapan.

Tentunya, putusan itu memunculkan berbagai pertanyaan menarik, terutama soal dampak terhadap praktik politik mahar yang kerap mewarnai pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia.

Dalam sidang yang digelar pada Selasa (20/8/2024) di Gedung MK, Jakarta Pusat, hakim memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Gugatan ini menantang ketentuan dalam Undang-Undang Pilkada yang selama ini hanya memberikan hak kepada partai politik yang mempunyai kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.

Menurut MK, pembatasan ini tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan partisipasi politik yang inklusif.

Namun, keputusan ini tidak hanya membawa angin segar bagi demokrasi, tetapi juga mengundang pertanyaan besar mengenai bagaimana putusan ini akan mempengaruhi praktik politik mahar yang sudah menjadi rahasia umum dalam pilkada.

Politik mahar mengacu pada praktik di mana kandidat harus membayar sejumlah uang atau memberikan imbalan tertentu kepada partai politik untuk mendapatkan dukungan pencalonan.

Praktik ini sering kali menjadi penghalang bagi calon potensial yang tidak memiliki sumber daya finansial besar.

Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, pun menyambut baik putusan MK ini. Ia menilai bahwa keputusan tersebut akan menekan politik mahar seminimal mungkin, karena partai politik kini dipaksa untuk mengusung kandidat-kandidat terbaik yang benar-benar layak, bukan hanya yang mampu membayar mahar politik.

“Dengan putusan ini, partai politik mau tidak mau harus memikirkan kualitas calon yang nantinya akan diusung, bukan sekadar kekuatan finansialnya saja,” ujarnya.

Deddy juga menambahkan bahwa putusan ini memberikan kesempatan bagi partai-partai non parlemen untuk ikut berpartisipasi dalam pilkada, yang artinya suara rakyat tidak akan hilang begitu saja.

“Partai-partai yang ada di parlemen tentu harus meningkatkan proses kaderisasi dan rekrutmen calon yang lebih baik, karena sekarang kompetisi akan semakin ketat,” kata dia.

Pada akhirnya, putusan MK ini memberikan peluang besar untuk mengubah wajah politik lokal di Indonesia. Namun, dampak jangka panjang dari keputusan ini, terutama terkait dengan praktik politik mahar dan integritas pemilu, masih harus diamati dengan seksama.

Akan sangat menarik, melihat bagaimana partai-partai politik menyesuaikan diri dengan aturan baru ini dan bagaimana dinamika politik di tingkat lokal akan berubah seiring dengan penerapan keputusan ini.

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Ads - Before Footer